Liputan Refreshing Camp 2011

Pembukaan dalam Kitab Pengkhotbah mengatakan bahwa segala sesuatu adalah sia-sia, manusia hidup penuh dengan kesia-siaan di dalam dunia ini. Kita berjerih payah di bawah matahari, namun semua usaha yang kita kerjakan hanyalah usaha menjaring angin. Kalau memang begitu kenyataannya, untuk apa kita berjerih lelah seumur hidup? Apakah pekerjaan yang kita kerjakan hanya untuk membiayai kehidupan kita? Akankah seorang berakal sehat bekerja jika ia dapat menolaknya? Firman Tuhan dalam 2 Tesalonika 3:10 mengatakan “…jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.” Di sini kita melihat bahwa bekerja justru adalah hal yang diperintahkan dalam Firman Tuhan. Kedua bagian Firman Tuhan ini sepertinya memberikan gambaran yang paradoks mengenai konsep bekerja dalam hidup ini. Melalui Refreshing Camp (RC) 2011 ini kita dibukakan akan pentingnya spiritualitas yang benar dalam bekerja. Yang kita sebut “pekerjaan” di sini bukan hanya dibatasi sekedar kerja yang mendatangkan uang atau pamrih, melainkan segala sesuatu yang kita kerjakan di tengah dunia ini dapat kita kategorikan sebagai “pekerjaan” kita. Ironis sekali, ketika kita melihat orang yang tidak “bekerja”, kita sudah mengalungkan profesi “pengangguran” di lehernya.

Setiap tahunnya memasuki liburan musim panas, GRII Taipei mengadakan RC yang berlokasi di luar kota Taipei. Meskipun terasa seperti rutinitas, tetapi setiap kesempatan dan moment RC pastilah berbeda dikarenakan lokasi yang berbeda, tema yang berbeda, dan terlebih lagi peserta yang ikut pun selalu berganti, ada yang pulang ada yang datang. Nah, RC kali ini juga berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Lokasi yang dipilih ialah di daerah Sun Link Sea (杉林溪) Nantou yang terletak di daerah pegunungan dengan suhu udara kurang dari 20o Celcius. Selain suhu udara yang sejuk, daerah ini juga dikelilingi oleh keindahan alam yang tidak mungkin kita temui di Taipei, hutan yang lebat dan air terjun. Selama tiga hari dua malam, pada tanggal 1-3 Juli 2011, lebih kurang 50 orang peserta dari Taipei, Taichung dan Tainan dibawa untuk berhenti sejenak dari rutinitas sehari-hari untuk menikmati alam ciptaan Tuhan dan dikenyangkan dengan makanan rohani setiap harinya. RC yang mengangkat tema “True Spirituality” ini kembali membangkitkan semangat para pengikut Kristus dalam mengintegrasikan Firman Tuhan dengan “pekerjaan” sehari-hari.

Perjalanan hari pertama dari Taipei ke Nantou terasa panjang dan melelahkan. Banyak peserta dengan kondisi tubuh kurang fit dikarenakan begadang pada malam sebelumnya. Setibanya di tempat penginapan, makan siang pun telah tersedia menyambut setiap peserta yang masih lelah secara fisik, diikuti dengan kegiatan kelompok membahas ‘talent show’ untuk malam kedua. Kira-kira pukul 14:00 sesi pertama dimulai. Sesi pertama diawali dengan membuka wawasan peserta mengenai apa yang dimaksud dengan “True Spirituality”. Apakah kita dapat menemukan “True Sprirituality” di dalam berbagai kepercayaan di dunia ini? Satu statement Bapa Gereja yang dilontarkan oleh pembicara memberi sentakan bagi kita. Agustinus berkata “Because God has made us for Himself, our hearts are restless until they rest in Him.” Melalui statement ini, kita mengerti bahwa tidak ada satupun spiritualitas sejati yang mungkin dapat ditemukan di luar Sang Pencipta. Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk mendapatkan spiritualitas sejati ini? Hanya melalui iman kepada Yesus Kristus yang membawa kita kembali pada relasi dengan Allah Bapa, sehingga kita dapat menikmati relasi dengan-Nya dan hidup di hadapan-Nya (coram deo).

Selama RC berlangsung, para peserta terlihat begitu antusias untuk belajar kebenaran Firman Tuhan. Untuk me-rileks-kan otak dan badan, panitia juga mempersiapkan acara selingan seperti games dan jalan-jalan menikmati alam dan udara yang segar sehingga kita lebih mengenal Allah kita dari anugerah umum yaitu ciptaan-Nya yang ajaib dan dari anugerah khusus yaitu pembelajaran intensif kebenaran Firman Tuhan. Bukan itu saja, bahkan melalui talent show pada malam kedua, setiap kelompok diberi kesempatan untuk menampilkan apa yang mereka telah dapatkan melalui RC ini dengan mengangkat tema-tema besar seperti ‘Spiritualitas di dalam Keluarga/ Studi/ Pekerjaan/ Pergaulan/ Hobi/ Pelayanan’. Melalui performance yang menarik, setiap peserta juga diajak melihat bahwa spiritualitas sejati justru akan berpengaruh dalam keseluruhan kehidupan kita sehari-hari, bukan hanya di lingkungan tertentu saja.

Tentu saja, berkat terbesar yang diperoleh setiap peserta melalui RC selama 3 hari 2 malam ini ialah makanan rohani yaitu kebenaran Firman Tuhan dan bagaimana kita mengintegrasikannya dalam kehidupan ‘sekuler’ kita. Tanpa sadar, kita sering terlelap dan lupa bahwa hidup kita adalah peperangan, hidup kita juga adalah sebuah arena pertandingan. Mengutip dari perkataan Pendeta Nico di dalam sesi kedua, “Setiap kita adalah atlit di dalam dunia ini. Kita sudah memilih cabang pertandingan di mana kita akan bertanding. Seorang atlit dapat memilih untuk menang atau kalah, dan seorang atlit mempunyai kemauan dan kemampuan melihat untuk inilah saya dilahirkan.” Dengan demikian, kita tidak lagi bekerja untuk hidup, tetapi kita mengerti bahwa pekerjaan adalah panggilan kita dalam hidup.

Melalui keseluruhan 4 sesi, ditambah sesi Tanya Jawab, setiap peserta diperlengkapi dengan konsep yang benar untuk melihat pekerjaan yang sedang ditekuni. Meskipun pengkhotbah mengatakan semua jerih payah kita adalah sia-sia, tetapi dia tidak meninggalkan kita dengan kesia-siaan dan usaha menjaring angin. Pengkhotbah juga mengajarkan kita untuk menikmati pekerjaan kita, mengerjakan dengan tekun dan mengetahui mengapa kita mengerjakan apa yang sedang kita kerjakan. Dalam hal ini, kita mengerti bahwa dengan bekerja, kita turut ambil bagian dalam pemeliharaan Allah bagi dunia ini.

Spiritualitas yang sejati bukanlah sesuatu yang abstrak dan terlalu mustahil untuk kita kerjakan. Spiritualitas yang sejati juga bukanlah sesuatu yang hanya dapat kita kerjakan di dalam tembok-tembok gereja. Sebaliknya, ketika kita mengerti status kita sebagai orang Kristen, kita tidak perlu dan tidak seharusnya menyembunyikan identitas kita dan keberadaan Allah di dalam seluruh kehidupan kita. Seperti tema drama yang dipentaskan oleh para peserta, baik itu di dalam lingkungan pergaulan, pekerjaan, study, keluarga, pelayanan, bahkan sesuatu yang kita anggap privasi, yaitu hobi kita, spiritualitas yang sejati dapat kita tunjukkan melalui kesadaran total bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan, kita kerjakan sebagai respon kita di hadapan Allah. Kiranya melalui RC ini setiap peserta disadarkan untuk hidup Coram Deo , hidup di hadapan Allah (bukan sekedar untuk dilihat sesama) dan Soli Deo Gloria, mengembalikan setiap kemuliaan hanya bagi Allah. (AL)