Ringkasan Khotbah, Memahami Arti Penderitaan - Pdt.Nico Ong

Pengkotbah: Pdt.Nico Ong
Nats Alkitab: Yakobus 1:2-4
Tanggal: 28 Maret 2010

“Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan apabila kamu jatuh ke dalam berbagai pencobaan.” Kata ‘anggaplah’ ini mempunyai suatu pengertian menilai, maka waktu dikatakan ‘anggaplah’, saudara diminta untuk menilai. Pada waktu saudara menilai, terkandung 2 kata kerja yaitu cara pandang dan cara menyikapi setiap masalah dalam kehidupan kita. Karena waktu saudara melihat dan menimbang segala permasalahan, cara pandang itu menentukan hasil dan tindakan saudara. Karena Yakobus mengatakan “berbahagialah apabila engkau jatuh ke dalam berbagai pencobaan”, ini berarti tidak ada suatu tawar menawar lagi. Kata “apabila” ini berarti cepat atau lambat saudara akan menghadapi penderitaan, kesengsaraan, ketidakadilan di tengah-tengah pergumulan di dalam dunia ini. Maka kenapa menjadi orang Kristen harus mempunyai kesediaan untuk menelan penderitaan? Mari kita perhatikan ayat 3 dan 4. yangKarakter adalah satu sikap atau tindakan kita. Karakter yang meneladani Kristus tidak akan terlepas dari kesengsaraan. Dalam Galatia 5:22-23 nanti kita akan menggabungkan Surat Yakobus dan Paulus. Empat karakter yang paling utama yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera, dan kesabaran. Empat karakter ini hanya dapat tumbuh di dalam rahim kesengsaraan.

Pertama, kita tidak akan pernah berpikir bahwa kita akan mendapat kasih kristiani yang sejati, tatkala seseorang menyinggung kita, memperlakukan kita secara tidak adil, kemudian kita mulai melihat adanya kemarahan dan kebencian dalam hati kita. Pada saat seperti ini, maka kita mulai melihat apakah kasih itu tumbuh di tengah-tengah kehidupanku yang diperlakukan secara tidak adil. Atau sebaliknya kita menyatakan kebencian atau kemarahan kepada orang-orang yang memperlakukan kita secara tidak adil.

Kedua, kita tidak akan pernah belajar tentang sukacita kristiani pada saat kehidupan kita dihancurkan oleh suatu malapetaka yang tidak terduga atau kekecewaan yang sangat memilukan. Kemarin malam dalam Progsif, saya sudah membahas tentang hal traumatis dan kronis. Setiap pribadi kita pasti akan berhadapan dengan 2 hal ini. Suatu hal yang traumatis adalah suatu hal yang terjadi secara tiba-tiba atau secara langsung menghancurkan kehidupan pribadi saudara, misal kita kehilangan orang yang kita kasihi, kita kehilangan karir kita seketika itu juga yang membuat kita stress. Dan hal kronis itu adalah suatu hal yang sedang merenggut kerohanian kita secara perlahan-lahan sampai kerohanian diri kita menjadi dingin dan semakin melemah, dan kita akan kehilangan segala sukacita kita dan kesengsaraan yang merusak damai sejahtera dan saudara akan sangat-sangat dicobai dalam konteks kesabaran. Dulunya saudara bisa sabar, tetapi penderitaan itu datang terus menerus menyita waktu, tenaga dan pikiran saudara sehingga kesabaran saudara mulai luntur dan kemudian hilang. Maka dalam pengertian ini Paulus mengatakan : “ingatlah kasih, sukacita, damai sejahtera dan kesabaran hanya dapat tumbuh di dalam rahim kesengsaraan”. Justru Allah memakai kesulitan itu, Allah juga menunjukkan adanya kebutuhan kita. Kenapa Tuhan memberikan kesengsaraan? Allah memakai kesulitan untuk menunjukkan adanya kebutuhan kita untuk bertumbuh, supaya kita melipatkan tangan kita, membentangkan tangan kita di hadapan Tuhan sambil memohon agar Dia mengubah kita semakin meneladani Anak-Nya. Maka dalam pengertian ini, Tuhan memakai penderitaan agar kita bertumbuh. Saya akan memberikan suatu contoh yang sangat baik. Saudara tahu ngengat? Ngengat ini bisa diartikan rayap dan ulat. Waktu kita melihat ngengat dari kepompong, kepompong ini bisa bergoyang karena ada perjuangan dari ulat ini untuk melepaskan dirinya dari kulit kepompong ini. Tetapi kerap kali dalam satu cerita ini, kita melihat satu orang yang melihat kepompong ini sedang berjuang keras, kemudian orang ini merasa kasihan karena ia berpikir sepertinya susah ngengat ini melepaskan dirinya, maka orang ini mengambil gunting dan memotong kulit kepompong ini dan ngengat ini segera keluar, tetapi waktu keluar yang nampak adalah sayap yang mengerut dan mengering, sebagaimana apa yang disaksikan orang itu sayap ngengat itu tampak lemah. Beberapa saat kemudian ngengat itu mengalami frustasi, dan ajalnya segera tiba. Padahal seharusnya ia adalah mahluk ciptaan yang begitu indah. Satu hal yang tidak disadari orang ini adalah perjuangan untuk keluar dari kepompong ini adalah bagian yang esensial untuk mengembangkan sistem otot si ngengat. Supaya pada waktu ia berjuang untuk keluar, tubuhnya akan mengeluarkan cairan atau keringat untuk membasahi sayapnya dan pada waktu ia menembus kepompong ini, maka sayap itu bisa dikembangkan dan ia siap untuk terbang. Namun dalam cerita ini, ketidakbijaksanaan yang memberikan jalan pintas bagi si ngengat, telah melumpuhkan dan menciptakan masalah bagi kehidupan yang harus ia perjuangkan sendiri. Maka dalam konsep Reformed seringkali dikatakan : jangan merebut hak perjuangan seorang anak; anak boleh dikasihi, tetapi orang tua yang baik akan mempersiapkan anaknya untuk berjuang. Banyak anak jaman sekarang ini tidak belajar bersabar, minta apapun harus dituruti. Anak saya bercerita, di kelasnya ada anak baru, ia baru pindah dari sekolah internasional, tetapi anak ini tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik karena sudah terbiasa dimanjakan dan tidak mengerti perjuangan. Saudara, seringkali kita juga meminta kepada Tuhan di dalam kehiidupan kerohanian kita, kita meminta supaya Tuhan menggunting kulit kepompong penderitaan yang kerapkali kita hidupi. Tetapi saudara, hikmat dan kasih Allah lebih besar dari apa yang kita lakukan bagi diri kita sendiri. Allah tidak akan pernah menyingkirkan pernderitaan. Allah justru memberikan penderitaan, sampai kita dapat mempelajari manfaat dari penderitaan itu. dan bertumbuh dalam cara apapun yang Allah inginkan di dalam kehidupan kita. Semakin kita berteriak, semakin engkau merasa makin menderita. Namun semakin kita menikmati perjuangan itu merupakan suatu hal yang baik. Maka Paulus mengatakan “hai orang Kristen, hai orang beriman kita seharusnya bersorak di tengah-tengah berbagai ujian karena kita mendapatkan manfaat sebagai suatu hasilnya.” Orang tua, guru dan gereja yang baik selalu mempersiapkan seluruh jemaatnya untuk mengerti perjuangan dan menikmati penderitaan. Bukan penderitaan itu sendiri yang direnungkan sebagai suatu dasar sukacitanya. Saudara bukan diajar sebagai orang Kristen untuk bersukacita atas penderitaan itu. Kalau kita merenungkan, karena aku menderita maka aku bersukacita. Hal ini berarti anda seorang musokis, anda bukan seorang Kristen. Sebaliknya sebagai orang Kristen kita tahu waktu kita menghadapi penderitaan, kepahitan, ketidakadilan dan sebagainya, kita bukan memikirkan permasalahan itu sampai di sana. Justru kita sebagai orang Kristen harus berpikir jauh, melihat hasil akhir dari penderitaan itu, yaitu perkembangan karakter apa yang membuat saudara bertumbuh, bergembira waktu kita mengalami suatu kepahitan, dimana saudara dibukakan untuk mengerti, Dia yang meminta kita untuk bersukacita karena kita percaya bahwa Dia berkuasa atas keadaan-keadaan yang kita hadapi dan Dia bekerja melalui semua itu untuk kebaikan kita. Saudara dikatakan ini merupakan suatu hal yang berbeda, maka untuk kehidupan kristiani, kita ingin menjadikan kehidupan kita ini terus bertumbuh. Kita ingin bertumbuh tetapi menolak proses yang Tuhan ijinkan. Saudara seperti ngengat tadi, mau menjadi mahluk yang begitu indah, harus berjuang. Tetapi kita hanya mau yang baik tapi tidak mau proses. Tidak ada suatu hal dalam bertumbuh tanpa proses.

Di dalam minggu penderitaan ini, kematian Kristus di atas kayu salib itu sebagai suatu penderitaan fisik dan secara rohani yang sangat terdahsyat dalam kehidupan manusia. Secara jasmani di mana Kristus harus menderita dicambuk, diludahi, ditelanjangi, ditusuk dengan tombak, dipaku, sehingga dalam hal ini adalah penderitaan fisik yang luar biasa. Dan ketika dalam penderitaan rohani, Kristus harus menanggung murka Allah untuk menebus dosa-dosa kita. Penderitaan terdahsyat yang pernah terjadi di tengah dunia ini. Waktu Dia mengatakan : “Ya Allahku Ya Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku?” - Allah tidak mendengarkan. Seringkali kita mengalami penderitaan ini secara batiniah, kenapa Tuhan tidak mendengar, di manakah Tuhan waktu aku kecewa? Di manakah Tuhan waktu aku hidup di dalam ketakutan? Yesus tidak pernah merenungkan penderitaan sebagai suatu dasar sukacita. Tetapi Yesus memandang jauh melampaui penderitaan itu menuju sukacita yang akan disediakan bagi-Nya, seperti apa yang dikatakan dalam Ibrani 12:2 “Marilah kita melakukannya dengan mata tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.” Saudara perhatikan “yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.” Saudara, kita harus memandang pribadi Yesus, mengikuti teladan-Nya. Kita harus memandang jauh melampaui penderitaan itu dan menuju kepada apa yang Allah sedang kerjakan dalam kehidupan kita. Bersukacitalah, bergembiralah, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan dalam satu kepastian bahwa Dia yang berdaulat, yang mempunyai kasih, hikmat dan kuasa-Nya bekerja dalam diri kita, agar kita bertumbuh. Tuhan mengijinkan setiap permasalahan, pergumulan di dalam hidup kita, supaya kita menjadi orang Kristen yang bertumbuh, bukan menjadi orang Kristen yang mati. Sebagai penutupan renungan kita pada hari ini, saya akan menyimpulkan 3 hal:

1. Belajar menyerahkan diri pada penderitaan itu, hal ini bukan berarti menjadi masokis, bukan seperti seorang jendral yang kalah perang, yang harus takluk meneyerahkan dirinya kepada penguasanya. Tetapi seperti seorang pasien yang sedang sakit parah, dengan kerelaan hatinya berserah kepada para dokter ahli bedah untuk membedah tubuhnya. Ini sama halnya dengan kita menerima tangan Allah, baik dalam kesuksesan, kegagalan, seturut dengan kehendak-Nya. Di dalam menjalankan semua cara itu dan sepanjang waktu kita harus dibedah, waktu kita harus diuji, kita belajar apapun yang diajarkan kepada kita, berserah kepada-Nya. Tidak ada pasien yang waktu dibawa ke kamar operasi mengatakan kepada dokter :“Dokter … sakit, tahu! Jadi waktu bedah nanti harus bedah di sebelah sini-sana.” Dokter paling melihat dan berkata “Kurang ajar, banyak cincong!” dan langsung membiusnya. Saudara jangan mencoba menggagalkan rencana Allah yang indah dengan menolak pemeliharaan-Nya dalam hidup kita. Sebaliknya, sepanjang kita dapat melihat apa yang Allah sedang kerjakan di dalam hidup kita, jadikan rencana Allah itu menjadi rencana di dalam kehidupan kita, jangan melawan! Kamu semakin melawan semakin sakit, seperti orang yang mau dioperasi, masuk ke dalam kamar operasi berserah kepada dokter. Sama halnya dalam kehidupan kita, kita harus berkata “Ya Bapa di sorga, dalam penderitaan dan ujian yang Engkau ijinkan dan Engkau kehendaki, berilah hambaMu kekuatan untuk mau lebih berserah.” Seringkali kita menjadi orang Kristen yang mau melawan. Tuhan mengatakan proses, tapi kita maunya berkat tidak mau proses; mau menjadi kupu-kupu yang indah tapi tidak mau berjuang untuk keluar dari kulit kepompong itu dan meminta Tuhan membuka supaya kita cepat keluar.

2. Dapatkan manfaat dari penderitaan, sertakan Firman Allah di dalam menanggung situasi itu. Dalam arti, waktu saudara menderita kita berusaha menghubungkan Firman dengan pernderitaan kita. Kita akan mendapati bahwa kita tidak hanya mendapatkan manfaat dari keadaan itu sendiri, tetapi kita juga akan memahami Kitab Suci dengan pemahaman yang lebih baru, dengan pemahaman yang lebih “Ngeh”, dengan lebih menjiwai penderitaan yang dialami oleh para tokoh-tokoh Alkitab. Martin Luther memberikan satu kalimat : “Jika bukan karena kesengsaraan, saya tidak akan memahami Kitab Suci”. Saudara waktu membaca kitab suci dalam keadaan pergumulan atau penderitaan yang berat, dalam kesengsaraan, lebih “ngeh” pada saat mana saudara? “Ngeh” pada waktu saudara menderita. Waktu sukacita, sukses, paling-paling kita cuma membaca seperti buku primbon. Tapi lain pada waktu kita sedang menghadapi penderitaan, kita bisa lebih menjiwai. Waktu saudara sedang frustrasi, Tuhan adalah benteng dan perisaiku, Dia bagaikan seorang gembala yang membimbing aku ke padang berumput hijau Dia membaringkan aku. Wah, seakan-akan kita membaca lebih enak. Karena kita sedang berada di dalam kepahitan, bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita, tidak pernah membiarkan kita jatuh tergeletak. Kita akan mendapatkan pemahaman yang baru dari apa yang dialami Pemazmur, Paulus, Yunus, Musa dan lainnya. Sehingga dalam hal ini, dapatkan manfaat penderitaan, tetapi jangan lupakan kebenaran Firman Tuhan; sertakan Firman Allah untuk menanggung situasi tersebut.

3. Kita harus mengingat kesengsaraan itu dan pelajaran apa yang bisa kita petik dari hal itu. Allah menghendaki kita mengingat kesengsaraan bukan sebagai suatu ujian kehidupan atau penderitaan, tetapi sebagai suatu didikan. Orang menghadapi kesengsaraan kalau hal itu dianggap sebagai suatu penderitaan, ujian pertumbuhan saudara akan menjadi satu pertumbuhan yang tragis. Tapi jika kita menganggap sebagai suatu didikan; cara-Nya untuk mempertumbuhkan kita dalam kehidupan kita, maka kita harus bersyukur. Orang yang sejak kecil, dia selalu berjuang, pernah melihat penderitaan, pernah mencicipi, dia harus mengerjakan, hasil pada waktu dia dewasa akan berbeda sekali. Kalau orang tuanya pernah bekerja dari nol, dari yang tidak ada menjadi ada, biasanya dia menjadi orang yang lebih humble, yang lebih tahu keberadaan orang lain. Tapi anak yang hanya menikmati hasil dari orang tuanya, tanpa mengerti perjuangan yang harus diperjuangkan, dia tidak mempunyai dasar yang kokoh, dia tidak mempunyai fondasi yang baik. Jadi dalam pengertian ini, marilah kita menyadari dan kita melihat penyertaan Tuhan. Jangan bersungut-sungut, jangan membuang arti penderitaan. Dalam minggu kesengsaraan ini, kita dapat melihat bagaimana perjuangan dan teladan yang diberikan Kristus untuk kita semakin menyerupai-Nya, dan bagaimana kita diminta menjadi orang-orang Kristen yang mau lebih bertumbuh, tetapi tidak melupakan prosesnya. Mau bertumbuh? Terima prosesnya. Mau menerima kuasa kebangkitan? Harus menerima kuasa kematian. Mau menerima kemuliaan? Harus mencicipi mahkota berduri. Sehingga segala sesuatunya ini dapat kembali kepada kebenaran Firman Tuhan, membuat kita dimengertikan dan disadarkan.(SU)

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh Pengkhotbah.)